Berkali-kali saya ingin
sekali memperoleh makna arti pesta Demokrasi yang sesungguhnya, pesta Demokrasi
yang bisa mencerdaskan seluruh lapisan rakyat, dimanapun berada. Harapan itu
untuk saat ini adalah harapan yang sia-sia saja. Melihat fenomena masyarakat
pada umumnya yang mudah terprovokasi dan ada sebagian tim sukses calon presiden
yang berbuat curang dengan melakukan kampanye negatif. Bukannya mengedepankan
opini positif tentang keunggulan-keunggulan program dan kegiatan masing-masing
capres yang didukungnya, malahan sibuk mengorek-ngorek kesalahan tim lawan.
Sampai-sampai berbuat diluar nalar dan saya rasa membuang-buang waktu saja
dengan membahas panjang lebar sampai ada debat kusir di sosial media tentang
sesuatu yang sebenarnya tak perlu dibahas karena tak ada permasalahan yang
patut ditimbulkan.
Hal ini membuat luntur
essensi dari pesta Demokrasi itu sendiri, sebab sebagian hanya sibuk mengurusi
hal yang tak penting dan hal terpenting seperti menginformasikan program serta kegiatan
positif capres yang diusungnya menjadi terlupakan.
Salah satu kampanye
negatif yang menimpa pasangan capres Prabowo-Hatta adalah tentang Siluet Garuda
Merah, yang diidentikan sebagai kesalahan menurut pendukung Capres Jokowi-JK
kepada tim Prabowo-Hatta dalam
penggunaan untuk materi kampanye.
Lambang Garuda sebagai
Lambang Negara Indonesia, menurut saya adalah suatu kebanggaan yang menunjukkan
identitas penggunanya. Bahwa si pengguna merasa bangga dan punya nasionalis
tinggi dengan menampilkan Garuda dalam atributnya. Kalaupun disiluetkan menjadi
warna merah, itu karena untuk membedakan mana yang lambang negara dan mana yang
merupakan logo hanya sebagai simbol kebanggaan dan perasaan merasa memiliki
terhadap identitas Bangsa Indonesia. Jadi ini adalah sebagai bagian dari
Nasionalisme.
Sampai detik ini,
pemakaian lambang Garuda Merah ini masih dijadikan polemik dan menjadi bahan
dan amunisi kampanye negatif terhadap pasangan Capres Cawapres Prabowo Subianto
– Hatta Rajasa.
Mari kita telaah
persoalan yang sebenarnya terhadap isue yang masih berkembang ini. Sebelumnya
perlu diketahui Dasar Hukum Peninjauan Undang-Undang terkait Lambang Negara
Burung Garuda sebagai berikut :
1.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,
serta Lagu Kebangsaan (“UU No 24/2009”)
2.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-X/2012 dalam perkara Permohonan
Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Maka, apakah penggunaan Logo siluet
Burung Garuda (Lambang Negara) pada logo kampanye Prabowo Subianto – Hatta Rajasa
adalah melanggar Undang-Undang ?
Untuk menjawab hal tersebut, perlu
diperhatikan terlebih dahulu apa definisi dari Lambang Negara. Lambang Negara
sesuai dengan UU No 24/2009 adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika. Hal ini sesuai dengan bunyi dari Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam undang-undang ini
yang dimaksud dengan:
...
(3) Lambang Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah
Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
...”
Lambang Negara kemudian
diatur bentuk dan rupanya dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50 UU No 24/2009
yang berbunyi:
“Pasal 46
Lambang Negara Kesatuan
Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke
sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher
Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram
oleh Garuda.
Pasal 47
(1) Garuda dengan
perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 memiliki paruh, sayap, ekor, dan
cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan.
(2) Garuda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor
berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45.
Pasal 48
(1) Di tengah-tengah
perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal
yang melukiskan katulistiwa.
(2) Pada perisai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat lima buah ruang yang mewujudkan
dasar Pancasila sebagai berikut:
a. dasar Ketuhanan Yang
Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang
yang bersudut lima;
b. dasar Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan
persegi di bagian kiri bawah perisai;
c. dasar Persatuan
Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai;
d. dasar Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
dilambangkan dengan kepala banteng di bagian
kanan atas perisai; dan
e. dasar Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di
bagian kanan bawah perisai.
Pasal 49
Lambang Negara
menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
a. warna merah di
bagian kanan atas dan kiri bawah perisai;
b. warna putih di
bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;
c. warna kuning emas
untuk seluruh burung Garuda;
d. warna hitam di
tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
e. warna alam untuk
seluruh gambar lambang.
Pasal 50
Bentuk, warna, dan
perbandingan ukuran Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai
dengan Pasal 49 tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.”
Pada dasarnya, UU No
24/2009 tidak memperbolehkan siapapun menggunakan Lambang Negara untuk
kepentingan-kepentingan tertentu yang tidak diatur dalam undang-undang
tersebut. Karena merubah bentuk Lambang Negara, dalam hal ini meyiluetkan
Lambang Negara untuk digunakan pada desain logo Kampanye Prabowo Hatta tidak
diatur penggunaannya, maka hal tersebut masuk kedalam Pasal larangan penggunaan
Lambang Negara yang berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 57
Setiap orang dilarang:
a. mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina,
atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
b. menggunakan Lambang
Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan
ukuran;
c. membuat lambang
untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan
yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
d. menggunakan Lambang
Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini. “
Larangan tersebut diperkuat dengan
ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 69 huruf c yang menyatakan:
“Pasal 69
Dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah), setiap orang yang: … c. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara
untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini
...”
Mempelajari isi Pasal tersebut tentang
Lambang Negara. Forum Kajian Kajian Hukum dan Konsitutisi dan beberapa pemohon
lainnya yang melakukan Judicial Review UU No 24/2009 ke Mahkamah
Konstitusi, khususnya terkait dengan Pasal 57 huruf c dan d tentang penggunaan
Lambang Negara untuk kepentingan umum yang diuji terhadap Pasal 28C ayat (2),
Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Seperti
dikutip dari hasil putusan dari kajian masalah terkait, serta sumber berita ini
: http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/06/06/105515/2601561/1562/mahfud-md-angkat-bicara-tentang-lambang-garuda-merah
Dalam pertimbangan perkara tersebut,
Majelis Hakim mengatakan bahwa larangan yang tercantum dalam Pasal 57 UU No
24/2009 tersebut tidak tepat. Apalagi larangan tersebut diikuti dengan ancaman
pidana, yang seharusnya ketentuan mengenai perbuatan yang diancam pidana harus
memenuhi rumusan yang bersifat jelas dan tegas (lex certa), tertulis (lex
scripta), dan ketat (lex stricta). Selain itu, pembatasan penggunaan
lambang negara merupakan bentuk pengekangan ekspresi dan apresiasi warga negara
akan identitasnya sebagai warga negara. Pengekangan yang demikian dapat
mengurangi rasa memiliki yang ada pada warga negara terhadap lambang negaranya,
dan bukan tidak mungkin dalam derajat tertentu mengurangi kadar nasionalisme,
yang tentunya justru berlawanan dengan maksud dibentuknya UU No 24/2009.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim
Konstitusi menyatakan bahwa ketentuan larangan penggunaan Lambang Negara
seperti yang termaktub dalam Pasal 57 huruf D dan ketentuan Pidana yang diatur
dalam Pasal 69 huruf c bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan oleh
karena itu ketentuan dalam Pasal 57 huruf D dan Pasal 69 huruf C UU No 24/2009
dinyatakat tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Kesimpulannya, penggunaan Lambang Negara
yang disiluetkan dengan Garuda Merah pada Logo kampanye Prabowo – Hatta adalah diperbolehkan oleh Hukum sebagai bagian dari ekspresi,
apresiasi dan juga kebanggaan warga negara atas gambar burung Garuda Pancasila.
Saya
setuju dengan hasil kajian tersebut karena sebagai warga negara, jika bangga
dengan identitas Lambang Garuda Pancasila dan mensosialisasikan lambang
tersebut dalam berbagai kegiatan adalah bagian dari cinta tanah air dan
menunjukkan bukti nasionalisme yang diaplikasikan melalui kreativitas sebagai
penghargaan dan pengakuan untuk selalu menerapkan identitas bangsa. Siluet
Lambang Negara Garuda Merah tidak bermaksud mengubah essensi makna yang
terkandung didalamnya. Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika tak
akan pernah terganti sampai kapanpun. Tujuan dari siluet Garuda Merah adalah
hanya sebagai simbol yang mewakili bahwa Prabowo Subianto – Hatta Rajasa ingin
sepenuhnya mengedepankan ciri khas dan identitas bangsa yang semangat juang
Bhineka Tunggal Ika sesuai Lambang Negara yang sebenarnya. Jadi hal ini lebih
kepada rasa kebanggaan, rasa memiliki dan rasa mencintai bangsanya yang
terwakili dengan siluet Garuda Merah.
Masihkan
hal ini mau dipermasalahkan? Sebaiknya semua pihak sibuk dengan mempelajari
visi misi serta kegiatan positif kedua Capres – Cawapres, bukan hanya buang-buang
waktu dengan berpolemik tak berkesudahan, masalah ini sudah diputuskan
Mahkamah, mengapa masih mau buang waktu? Berkampanyelah secara sehat, jauhkan
kebencian dan singkirkan niat buruk agar Indonesia mendapatkan yang terbaik.
Terima kasih untuk penguraian yang jelas seputar lambang Garuda Merah. Sayangnya pendidikan hukum dilevel awam masih kurang, dan butuh sosialisasi ekstra supaya mereka bisa mengerti dan memahami serta tidak mudah diprovokasi untuk menjadikan lambang Garuda Merah sebagai penjegal capres/cawapres no.1 Prabowo-Hatta.
ReplyDeleteterima kasih infonya mbak
ReplyDeleteYg ribut2 itu pas kurang kerjaan dan gak ada bahan lg buat menjatuhkan Pak Prabowo ya teh :D
ReplyDeleteDulu lambang garuda diseragam timnas jg dituntut.
pasal 57 yg C "Setiap orang dilarang Membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara" sdh cukup bagi saya untuk mengetahui bahwa kampanye Prabowo - Hatta bukan suatu pelanggaran
ReplyDeleteterima kasih infonya...
ReplyDeleteartikel yang menarik :)
ReplyDeleteKenapa baru sekarang bos di ributkan.... kenapa ga dari awal pas pada saat pendirian partai ente koar2 begini... ini sudah pencalonan presiden baru ente ribut.. ga ada bahan ya buat di posting.. intinya semuanya berawal dari ketuhanan yme adalah tunggal/satu, prabowo-hatta no 1, salam buat loe satoe djiwa
ReplyDeleteAku gak tahu info ini baru baca ini ...
ReplyDelete