Musim hujan belum juga
reda, sebagian wilayah ada yang tergenang ada juga yang banjir, semua menjerit
dan mengeluh, menyalahkan pemerintah, menyalahkan pejabat dan menyalahkan orang
lain. Karena musibah banjir ini selain merenggut sebagian nyawa juga sebagian
harta benda nya. Penyakit-penyakit berjangkit di sana sini, diare, gatal-gatal,
batuk, stroke dan lain-lain. Bahan makanan pun susah didapat, mengandalkan
donasi yang datang.
Di sebagian wilayah
lain, ada longsor yang menimbun rumah-rumah di sekitar tebing tersebut, ada
juga kebakaran yang menimbulkan banyak korban serta asapnya merambah ke tempat
lain yang merupakan negara orang, timbul masalah kompleks, sudah susah, diprotes
pula.
Ada juga suatu daerah
pinggiran hutan yang kerap ladang dan sawahnya dijarah oleh gajah dan binatang
lainnya yang lapar. Karena area hutan sudah menyempit, habitatnya terganggu.
Segelintir kejadian di
atas membuat saya merenung.... apakah kejadian-kejadian tersebut adalah musibah
yang hadir disediakan untuk manusia dari Yang Maha kuasa dengan tanpa alasan?
Apakah manusia berhak atas kenyamanan hidup di dunia tanpa bencana atau berhak
melakukan apapun untuk memenuhi segala hasratnya? Manusia diciptakan buat apa?
Dan apakah manusia berhak menghilangkan hak makhluk lain atau hak alam
sekitarnya untuk melakukan proses alam yang memang seharusnya dilakukan? Demi
apa? Demi kepentingan manusia.
Sampah di sungai |
Pengurukan danau tanpa izin |
Penangkapan hewan yang dilindungi (Foto : @MoveTheWorldUk) |
Pertanyaan-pertanyaan
yang berkecamuk tersebut membuat saya agak migrain, kenapa tiba-tiba saya ada
pikiran semacam ini? Tapi ya memang saya memerlukan jawaban dari kegelisahan
itu. Kegelisahan peran manusia di tengah alam semesta beserta maklhuk lain
seperti binatang, tumbuhan dan semua yang ada di bumi.
Setelah merenung, saya
mendapat jawaban, betapa egoisnya manusia jika menuruti segala hasratnya
menguasai alam hanya untuk memuaskan diri, seperti berlomba-lomba membangun vila di bukit untuk disewakan,
dengan alasan potensi bisnis. Mengambil ikan laut dengan bahan peledak, agar
hasil tangkapan cepat didapat, penebangan pohon di hutan tanpa izin dan
pengurukan danau untuk dijadikan lahan perumahan. Padahal, untuk berusaha
menghidupi kebutuhan-kebutuhan manusia itu sendiri banyak yang bisa dilakukan,
tanpa mengusik alam sekitarnya. Pendek akal dan serakah yang manusiawi membuat
manusia tak berakal seperti manusia.
Contohnya, untuk
masalah banjir, lokasi tertentu yang memang tanahnya sudah menurun dan terjadi
penyurutan sehingga menjadi cekung, seperti Jakarta, disebabkan oleh
pembangunan fisik yang semakin menjamur, penduduknya padat, banyak aktivitas
manusia dan pengambilan air tanah dari batas wajar, seperti yang dilansir oleh
Republika online, ahli Teknik lingkungan Firdaus Ali, berpendapat bahwa setiap
tahun nya permukaan tanah di jakarta cepat menurun. Setidaknya 10 cm per tahun dan
sampah kiriman sebanyak 700-800 meter kubik per hari. Dan ini adalah penyebab
utama banjir.
Bagaimana dengan
persoalan bencana letusan gunung api? Setelah saya menghadiri acara workshop
Cincin Api bersama tim ekspedisi cincin api dua tahun lalu, di sana dijelaskan
bahwa fenomena letusan gunung api memang perlu diberi ruang, bukan untuk
dihalangi, karena gunung api bereaksi, hasilnya bermanfaat. Misalnya, debu
letusan bisa menggemburkan tanah, tanaman khas tumbuh subur dan jalur cincin
api bisa menjadi sumber energi.
Melihat alasan di atas,
bahwa bencana diturunkan bukan sekadar tanpa alasan atau tanpa sebab, ada dua
sebab yang menjadi alasan tersebut.
- Sebab ulah manusia, sebagian manusia yang berbuat hal tak semestinya, membuang sampah sembarangan, pengrusakan habitat alam sehingga mengganggu ekosistem nya, misalnya penebangan dan pembakaran pohon di hutan liar yang mempersempit tempat bagi binatang yang ada di dalamnya. Selain itu, aktivitas manusia yang radikal membangun bangunan fisik yang intens.
- Aktivitas alam yang memang seharusnya terjadi, perlu diberi ruang karena hasil proses alam bisa membuahkan berkah tersendiri, seperti reaksi gunung berapi yang hasilnya banyak bermanfaat untuk alam sekitarnya juga bagi manusia.
Melihat sebab akibat
yang saya cari dengan proses perenungan, juga mencari tahu banyak akar permasalahannya,
membuat saya paham, bahwa bencana yang terjadi sebenarnya bisa disikapi dan
bisa disiasati. Jika tak ingin terkena bencana, manusia harus bisa menjaga alam
dengan baik, ada feedback saling
memberikan yang terbaik. Tentu saja saling memberi feedback tak hanya antar manusia, namun antar sesama makhluk
ciptaan Nya beserta alam tempat yang dipijak. Karena makhluk lain dan alam raya
pun punya hak untuk punya ruang dan melakukan aktivitas alami nya.
Bagaimana dengan
manusia yang punya kepentingan terhadap alam untuk kebutuhannya? Sebenarnya
alam diciptakan juga untuk manusia, tetapi manusia harus bisa memberi timbal
balik, harus bisa memelihara dan menjaganya. Dengan cara, tinggal di pemukiman
yang tak mengganggu aktivitas alam, tidak merusak habitat makhluk hidup lain
sehingga mempersempit lahannya, akibatnya binatang-binatang buas bisa menjarah
pemukiman. Jadi, jangan salahkan alam jika ada bencana. Kita perlu menelaah
semuanya.
Jika memang masih suka
tinggal di lereng gunung yang masih aktif, bisa disiasati dengan mencari tahu
tanda-tanda gunung akan meletus atau bagaimana hidup di sana tanpa mengganggu
aktivitas alamnya, mengetahui kapan perlu menyingkir sejenak dari sana saat
akan ada letusan. Mencari tahu bisa dari mana saja atau bekerjasama dengan
pihak yang kompeten untuk menyelenggarakan edukasi di lokasi rawan bencana.
Jika membutuhkan kayu,
habis menebang pohon harus ditanami kembali dan menangkap ikan tak menggunakan bahan
peledak. Satu hal yang klasik adalah tidak membuang sampah sembarangan.
Langkah manusia untuk
menebus kesalahan terhadap alam, bisa dimulai dengan aktivitas yang bisa
memulihkan alam. Misalnya mengadakan gerakan menanam pohon, melakukan
pengolahan sampah rumah, tidak menggunakan listrik berlebihan, penggunaan air
bersih yang secukupnya dan tidak menggunakan segala hal yang berbahan dasar
kimia berbahaya yang susah didaur ulang.
Saya sangat salut
dengan aktivis lingkungan yang konsen di daratan, lautan atau udara. Seperti
Nadine Candrawinata yang konsen di bidang penyelamatan laut dan habitatnya,
berawal dari suka menyelam, melihat kondisi laut yang banyak tercemar, Nadine
tergerak untuk peduli dan berbuat aksi nyata bersama tim nya. Selain itu, ada
Melanie Subono yang konsen ke habitat lingkungan hidup di daratan. Melalui seni
dituangkannya, sehingga menarik minat kaum muda. Ada lagi, Brian May, gitaris
Queen yang masih eksis, melakukan gerakan penyelamatan terhadap
binatang-binatang langka dan aksi nya menginspirasi sebagian masyarakat dan
ikut melakukan hal yang sama.
Tentu saja bagi yang
ikut menjadi aktivis lingkungan, bisa melakukan kegiatan yang benar-benar ada
aksinya, jadi tak hanya sekadar ikut tapi untuk turun melakukan aksi nyata
masih ogah-ogahan.
Sebagai blogger, bisa
ikut menjadi aktivis lingkungan sekaligus menyuarakan opini dan segala hal
terkait lingkungan, mau mengkritisi tindakan seseorang terhadap pengrusakan
lingkungan juga bisa. Setidaknya media sosial dan blog dimanfaatkan untuk
menggerakkan hati siapapun untuk menjaga lingkungannya. Yuk, kita bersahabat
dengan lingkungan, lakukan aksi nyata dengan cara kita dan lakukan apa yang
mampu dilakukan.
Betul teh, bagaimana mungkin kita berharapalam akan bersahabat bila kita sendiri tidak ramah dengan lingkungan
ReplyDeleteIya Mas, harus ada timbal balik alias simbiosis mutualisma :D
Deletebetul mbak, dengan kita bersahabat dengan alam, hidup jadi berasa bahagia dan seimbang dan sehat. Perasaan stres pun hilang ketika melihat bunga yg bermekaran, kicauan burung, air yang mengalir bersih di sungai ..hmm..indahnya..
ReplyDeleteSaya suka sekali gemericik air sungai sama suara burung Mba :)
DeleteHomy banget....
Bener banget teh, kita harus menjaga alam ini.
ReplyDeletebisa gawat klo kita gak peduli sm keadaan alam yg semakin gak karuan. banjir, kebakaran hutan, dll.
Karena makin banyak manusia serakah Mel, makanya alam pun jadi males buat bermanis-manis lagi :D
DeleteBunda juga terkadang bingung bagaimana caranya mendisiplinkan manusia-manusia agar tidak sembarangan membuang sampah di sungai atau di parit-parit, sebab yang membuat aliran air mandeg-deg-deg. Kedisiplinan yang memegang peranan teramat penting disini. Postingannya berbobot banget Cikgu Ani, gak salah deh dulu dipilih jadi Caleg. Salut.
ReplyDeleteManusia sebagian keras kepala dan tak peduli jangka panjang Bun, sebenarnya tak perlu dikasih tau juga mereka sudah sadar cuma ya itu, gak peduli :D
DeleteIya, kita banyak dhadapkan pada perilaku yang masih belum menyadari bahayanya jika berbuat seenaknya terhadap alam sekitar kita.
ReplyDeleteSebagian manusia enggan mengambil pelajaran dari berbagai bencana alam
Padahal jika manusia mau mengerti kondisi dan mau sedikit peduli, masalah bencana bisa disiasati supaya tak mengena langsung.
DeleteSebenernya sih kalo banjir yg salah emang manusianya cuma pada egois nggak mau ngakuin aja sih
ReplyDeleteBener banget Mba ....
DeleteSaya juga kadang pusing kalau mikir masalah itu. Sekarang saya lagi mencoba untuk memisahkan sampah di dalam rumah dulu... :)
ReplyDeletePusing tapi kita merasa punya tanggung jawab ya Mak :D
DeleteWaah ternyata masalah banjir di Jakarta penyebabnya kompleks ya. Selain bangunan fisik yang menjamur, tanah yang sudah menurun juga pengambilan air tanah dia atas kewajaran. Makanya banjir terus ya mbak.
ReplyDeleteIya Mba, itu saya cari tahu dari beberapa sumber :D
DeleteTerutama soal buang sampah sembarangan itu....
Terima kasih tulisannya, Mbak Ani 😊
ReplyDeleteSama2 Mba Renny :)
DeleteHiks.. kdg sy sendiri sedih teh, ngeliat org yg gak mau peduli sm lingkungan. Jgnkan lingkungan disekitarnya, lingkungan rmhnya sendiri sj pd males gt Huuhf..
ReplyDeleteIya Mba kadang buat bersihin got depan rumahnya sendiri aja males, sampe2 mampet karena sampah :D
Deleteminimal kepedulian itu di mulai dari diri sendiri dulu yah teh Ani..
ReplyDeleteTulisannya berisi banget teh, semoga banyak yang tergerak hatinya biar lebih cinta dan lebih peduli lagi sama lingkungan ^^
Iya Ran, yuk mulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitarnya :)
DeleteBetul teh, saya salut dengan orang-orang yang berani berbuat lebih untuk menyelamatkan alam dan lingkungan.
ReplyDeleteInspirasinya patut dicontoh ya :)
DeleteTulisannya reflektif banget Teh Ani, kita butuh alam tapi seringkali kita tidak mengenal alam dan tidak tahu cara menghargai alam. Efeknya, kita sendiri yang mendapat bencana, seperti penyakit, banjir, kekeringan, dll.
ReplyDeleteEfek yang terjadi karena ulah manusia itu sendiri Mba, Padahal saling pengertian dengan alam pun perlu banget. Setuju gak Mba ? :D
DeleteBener teh, alam udah memberikan kasih yg tulus, tugas kita menjaganya
ReplyDeleteMenjaga dan memeliharanya :)
DeleteAku juga lg memperkenalkan alam kepada Narend nih. Supaya dia bisa lebih mencintai lingkungannya..
DeleteInstrospeksi diri sendiri dulu sebelum menyalahkan orang lain ya. Menjaga lingkungan di mulai dari diri sendiri juga.
ReplyDeleteIya bener, mulai dari diri sendiri dulu ya mbak :)
DeleteAku juga sebisa mungkin mendidik anak agar peduli juga sama lingkungan, gk egois, semoga generasi penerus makin banyak yg peduli sama alam ya :)
Kalau soal banjir, komplekku jangan ditanya deh. Hampir setiap tahun kami mengalaminya. Selain lokasi yang rendah, bisa jadi itu dampak dari kelalaian masyarakat setempat yang tidak menjaga lingkungannya dengan baik sehingga yang lain (yg sudah mati-matian menjaga) ikut merasakan akibatnya. Ya, semua harus dimulai dari diri sendiri walau hasilnya gak semudah membalik telapak tangan jika sudah terlanjur lalai.
ReplyDeletewoe...
ReplyDeletefilosofi yang berat, bu.
tapi, emang bener sih nyaris banjir itu sebagian ulah manusia
kayak buang sampah sembarangan dan sebagainya
eh, termasuk saya kali ya, kadang suka buang puntung rokok (pengaruh juga sih, biar kecil)
Huhf, artikelnya, bikin merenung. Soalnya saya berasa banget kalau kerja menyeberang banjir. Masalahnya, orang-orang atau kita, tanpa rasa ketika memperlakukan alam. Kalau udah kena imbas, malah marah-marah sama alam dan pemerintah... duh.
ReplyDeleteKalau menurut saya, bencana alam yg sering kita alami, terutama banjir ya akibat keserakahan dan kesembronoan manusia.
ReplyDeleteSaya sendiri sering sekali lihat orang di angkot yg habis makan sesuatu, membuang bungkusannya ke lantai kendaraan atau bahkan keluar jendela.
Banyak manusia yg belum sadar kalau alam akan terus bertahan dalam kondisi seburuk apa pun. Tapi manusia akan punah ....
Postingan yang yahuud. Entah bagaimana menangani sikat sebagian besar manusia yang tidak mau belajar disiplin. Padahal disiplin itu akan membawa kebaikan, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk semua makhluk Allah.
ReplyDeleteSetuju Mba Ani, untuk mengambil manfaat seharusnya kita juga memberi manfaat sebagai feedback untuk alam yang bersahabat. Keren artikelnya.
ReplyDeletesedih ya mak lihat hutan yang makin lama makin habis :(
ReplyDeletegimana nanti nasib anak cucu kita hiks