“Ayo, makannya habiskan
kalau tersisa, nanti nasinya nangis lho, malah akan mencarimu karena gak
memakannya.” Kata Nenek saat saya masih kecil. Saya pun cepat-cepat menghabiskannya karena takut.
Itu adalah salah satu
bentuk kepedulian orang tua zaman dulu dalam membiasakan anak-anaknya untuk
selalu menghabiskan makanannya. Bahkan sekarang pun masih ada yang menerapkan
aturan supaya anaknya selalu menghabiskan makanan yang diambilnya.
Membiasakan seperti itu
sangat penting, sebab makanan yang tak dihabiskan sering terbuang sia-sia.
Sedangkan di luaran sana masih banyak yang membutuhkan makanan sampai
kelaparan.
Menyikapi keadaan tersebut,
Mylanta obat sakit maag dari Johnson & Johnson menyerukan kampanye “Makan
Bijak” yang diluncurkan di Kota Kasablanka pada 15 Mei 2018. Bertujuan untuk sosialisasikan kebiasaan makan seperlunya dan sesuai
kebutuhan.
Apalagi di bulan puasa, semakin banyak sampah makanan. Karena banyak yang lapar mata sebelum buka puasa, ingin semuanya dibeli tapi saatnya berbuka, hanya sedikit yang termakan.
Apalagi di bulan puasa, semakin banyak sampah makanan. Karena banyak yang lapar mata sebelum buka puasa, ingin semuanya dibeli tapi saatnya berbuka, hanya sedikit yang termakan.
Dinda Parameswari,
Assistant Brand Manager Mylanta mengatakan bahwa Mylanta sosialisasikan
kampanye “Makan Bijak” sebagai salah satu dukungan terhadap pemerintah dalam
mengatasi kelaparan untuk sebagian orang. Mengingat makanan yang terbuang
berpengaruh pada kuantitas makanan yang seharusnya menjadi jatah sebagian yang
lain.
“Makan berlebihan juga
dapat menyebabkan gangguan pencernaan, bukan hanya makan tidak teratur saja
gangguan itu datang. Dalam bulan puasa ini, Mylanta mengajak masyarakat untuk
makan bijak agar terhindar dari rasa perut begah dan ketidaknyamanan lainnya
serta diharapkan masyarakat dapat menjalani ibadah puasa dengan lancar dan
nyaman.” Kata Dinda.
Sementara itu, Arief
Daryanto, Ph.D, Direktur dan peneliti bidang ekonomi Agribisnis Institut
Pertanian Bogor (IPB) menjelaskan dua kategori kehilangan pangan dan sampah makanan.
Dua kategori ini semestinya dipahami lebih dalam oleh masyarakat. Jika
sudah dipahami, akan semakin mudah antisipasinya. Semakin berpikir untuk tidak
menyia-nyiakan makanan yang tersedia.
Kehilangan
pangan atau Food Loss
adalah makanan yang hilang sebelum sampai ke konsumen, artinya kehilangan
makanan ketika proses pengolahan atau saat distribusi yang menimbulkan sebagian
makanan terbuang karena harus dikupas, disaring dan serangkaian proses lainnya.
Sedangkan Food Waste adalah kehilangan makanan
pada tahap konsumsi. Ketika mengambil makanan berlebihan juga berbelanja
berlebihan hingga memenuhi kulkas, tapi tidak memasak, pasti bahan makanan
tersebut membusuk dan dibuang. Maka, kebiasaan belanja pun semestinya
seperlunya saja. Untuk memasak pun masak seperlunya sesuai porsi yang
dibutuhkan sehingga tidak ada makanan tersisa.
Bapak Arief pun menyatakan bahwa saat pihak tertentu mendiskusikan soal ketahanan pangan, sering
mengabaikan soal food loss dan food waste, padahal dua hal ini menjadi
permasalahan banyak negara karena memengaruhi tingkat ketahanan pangan
masyarakat dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Mengapa demikian?
Karena ada ketimpangan, ketika satu kelompok merasa berlebihan punya bahan
makanan namun yang dikonsumsi tak lebih dari setengahnya dari jumlah yang
dimiliki, sisanya terbuang. Sementara yang lainnya kelaparan. Ini sangat perlu
perhatian.
Sebuah catatan dari data Food Sustainability Index 2017, mengungkapkan untuk kategori bahan makanan dan limbah yang terbuang, Indonesia menempati peringkat 2 paling bawah.
Sebuah catatan dari data Food Sustainability Index 2017, mengungkapkan untuk kategori bahan makanan dan limbah yang terbuang, Indonesia menempati peringkat 2 paling bawah.
Persoalan food loss dan food waste ini, sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya saat belanja, suka lapar mata. Ingin beli sayuran ini itu hingga beli
lebih dari dua macam, begitu juga dengan lauk pauk lainnya. Dengan anggapan
semua itu bisa ditaruh di kulkas dalam jangka waktu lama. Tapi, tak semua
sempat memasak, banyak juga yang kelupaan atau telanjur sibuk, akhirnya bahan
makanan rusak dan terbuang sebelum sempat dimasak.
Contoh lain, ketika
makan di rumah makan, pesan makanan merasa cukup padahal ketika perut kenyang,
makanan masih tersisa. Sebagian dari kita biasanya gengsi untuk meminta
dibungkuskan sisanya untuk dibawa pulang. Padahal tidak masalah dibawa pulang
walau tinggal sedikit, itu kan hak kita, sudah dibayar pula. Kalau dibawa
pulang jadi tidak tebuang kan?
Untuk masalah makanan
tersisa di rumah makan, EAT & EAT mendukung aksi kampanye “Makan Bijak”
dengan menyediakan dispenser khusus bagi pelanggan yang makanannya tidak habis.
Kemasan kotak disediakan di area restoran sebagai fasilitas untuk pelanggan
yang ingin bungkus sisanya tanpa merasa malu atau sungkan dengan
pramusaji. Gerakan ini tentunya sangat berguna.
Mulai saat ini, mari
kita tingkatkan kesadaran untuk “Makan Bijak” di mana pun agar terminimalisir
makanan yang terbuang dan bisa dimanfaatkan untuk mereka yang membutuhkan.
Gerakan kampanye “Makan
Bijak” dari Mylanta ini dapat diikuti di berbagai sosial media melalui hashtag #makanbijak.
No comments: