Makan Bijak Berpengaruh Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat - Dunia-Spasi

Saturday 19 May 2018

Makan Bijak Berpengaruh Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat


“Ayo, makannya habiskan kalau tersisa, nanti nasinya nangis lho, malah akan mencarimu karena gak memakannya.” Kata Nenek saat saya masih kecil. Saya pun cepat-cepat menghabiskannya karena takut.

Itu adalah salah satu bentuk kepedulian orang tua zaman dulu dalam membiasakan anak-anaknya untuk selalu menghabiskan makanannya. Bahkan sekarang pun masih ada yang menerapkan aturan supaya anaknya selalu menghabiskan makanan yang diambilnya.

Membiasakan seperti itu sangat penting, sebab makanan yang tak dihabiskan sering terbuang sia-sia. Sedangkan di luaran sana masih banyak yang membutuhkan makanan sampai kelaparan.

Menyikapi keadaan tersebut, Mylanta obat sakit maag dari Johnson & Johnson menyerukan kampanye “Makan Bijak” yang diluncurkan di Kota Kasablanka pada 15 Mei 2018. Bertujuan untuk sosialisasikan kebiasaan makan seperlunya dan sesuai kebutuhan. 

Apalagi di bulan puasa, semakin banyak sampah makanan. Karena banyak yang lapar mata sebelum buka puasa, ingin semuanya dibeli tapi saatnya berbuka, hanya sedikit yang termakan.


Dinda Parameswari, Assistant Brand Manager Mylanta mengatakan bahwa Mylanta sosialisasikan kampanye “Makan Bijak” sebagai salah satu dukungan terhadap pemerintah dalam mengatasi kelaparan untuk sebagian orang. Mengingat makanan yang terbuang berpengaruh pada kuantitas makanan yang seharusnya menjadi jatah sebagian yang lain.

“Makan berlebihan juga dapat menyebabkan gangguan pencernaan, bukan hanya makan tidak teratur saja gangguan itu datang. Dalam bulan puasa ini, Mylanta mengajak masyarakat untuk makan bijak agar terhindar dari rasa perut begah dan ketidaknyamanan lainnya serta diharapkan masyarakat dapat menjalani ibadah puasa dengan lancar dan nyaman.” Kata Dinda.

Sementara itu, Arief Daryanto, Ph.D, Direktur dan peneliti bidang ekonomi Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) menjelaskan dua kategori kehilangan pangan dan sampah makanan. Dua kategori ini semestinya dipahami lebih dalam oleh masyarakat. Jika sudah dipahami, akan semakin mudah antisipasinya. Semakin berpikir untuk tidak menyia-nyiakan makanan yang tersedia.

Kehilangan pangan atau Food Loss adalah makanan yang hilang sebelum sampai ke konsumen, artinya kehilangan makanan ketika proses pengolahan atau saat distribusi yang menimbulkan sebagian makanan terbuang karena harus dikupas, disaring dan serangkaian proses lainnya.

Sedangkan Food Waste adalah kehilangan makanan pada tahap konsumsi. Ketika mengambil makanan berlebihan juga berbelanja berlebihan hingga memenuhi kulkas, tapi tidak memasak, pasti bahan makanan tersebut membusuk dan dibuang. Maka, kebiasaan belanja pun semestinya seperlunya saja. Untuk memasak pun masak seperlunya sesuai porsi yang dibutuhkan sehingga tidak ada makanan tersisa.

Bapak Arief pun menyatakan bahwa saat pihak tertentu mendiskusikan soal ketahanan pangan, sering mengabaikan soal food loss dan food waste, padahal dua hal ini menjadi permasalahan banyak negara karena memengaruhi tingkat ketahanan pangan masyarakat dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

Mengapa demikian? Karena ada ketimpangan, ketika satu kelompok merasa berlebihan punya bahan makanan namun yang dikonsumsi tak lebih dari setengahnya dari jumlah yang dimiliki, sisanya terbuang. Sementara yang lainnya kelaparan. Ini sangat perlu perhatian.

Sebuah catatan dari data Food Sustainability Index 2017, mengungkapkan untuk kategori bahan makanan dan limbah yang terbuang, Indonesia menempati peringkat 2 paling bawah.

Persoalan food loss dan food waste ini, sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saat belanja, suka lapar mata. Ingin beli sayuran ini itu hingga beli lebih dari dua macam, begitu juga dengan lauk pauk lainnya. Dengan anggapan semua itu bisa ditaruh di kulkas dalam jangka waktu lama. Tapi, tak semua sempat memasak, banyak juga yang kelupaan atau telanjur sibuk, akhirnya bahan makanan rusak dan terbuang sebelum sempat dimasak.

Contoh lain, ketika makan di rumah makan, pesan makanan merasa cukup padahal ketika perut kenyang, makanan masih tersisa. Sebagian dari kita biasanya gengsi untuk meminta dibungkuskan sisanya untuk dibawa pulang. Padahal tidak masalah dibawa pulang walau tinggal sedikit, itu kan hak kita, sudah dibayar pula. Kalau dibawa pulang jadi tidak tebuang kan?


Untuk masalah makanan tersisa di rumah makan, EAT & EAT mendukung aksi kampanye “Makan Bijak” dengan menyediakan dispenser khusus bagi pelanggan yang makanannya tidak habis. Kemasan kotak disediakan di area restoran sebagai fasilitas untuk pelanggan yang ingin bungkus sisanya tanpa merasa malu atau sungkan dengan pramusaji. Gerakan ini tentunya sangat berguna.



Mulai saat ini, mari kita tingkatkan kesadaran untuk “Makan Bijak” di mana pun agar terminimalisir makanan yang terbuang dan bisa dimanfaatkan untuk mereka yang membutuhkan.
Gerakan kampanye “Makan Bijak” dari Mylanta ini dapat diikuti di berbagai sosial media melalui hashtag #makanbijak.

No comments:

@templatesyard